Ini Tantangan dan Dinamika Capaian TPB/SGDs 2030 di Malut

Jumat, 27 Des 2024 11:35:23    BPM Admin
.

TERNATE-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals atau (SDGs) merupakan agenda global yang dirancang untuk mengatasi tantangan pembangunan di seluruh dunia hingga tahun 2030. Di Indonesia, termasuk Maluku Utara (Malut), implementasi SDGs tentu memiliki catatan tersendiri, baik itu menyangkut dinamika dan tantangan yang sifatnya sangat kompleks.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Malut, Dr Muhammad Sarmin S Adam SSTP, MSi, dalam sambutannya ketika membuka kegiatan Penyusunan Laporan, Monitoring dan Evaluasi RAD TPB/SDGS Provinsi Malut, Jumat (27/12/2024) mengatakan, Pemerintah Provinsi Malut, sebagaimana arahan Pj Gubernur Samsudin Abdul Kadir, terus berkomitmen terhadap SDGs dengan memasukkan target tersebut dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 bahkan sampai dengan dokumen RPD sebagai dokumen transisi.

Integrasi 17 tujuan SDGs ke dalam prioritas daerah, lanjut Sarmin, seperti upaya pengurangan angka kemiskinan, menjawab disparitas sampai dengan aksi dan respon terhadap perubahan iklim yang terjadi sampai saat ini. “Pelibatan aktor pembangunan atau stakeholders sudah dan telah dilakukan, meskipun secara ideal atau secara substansi masih perlu perbaikan lagi ke depan, tetapi keterlibatan seluruh aktor akan terus kami lakukan. Keterlibatan ini kedepannya akan coba diwujudkan melalui kolaborasi yang berkualitas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Disamping itu tentunya kualitas koordinasi antar pemangku kepentingan akan kita perbaiki lagi,” ucapnya menyinggung terkait peran multi pihak. 

Di Malut sendiri, telah menerapkan TPB atau SDGs, tentunya akan lebih arif dan bijaksana jika pendekatan terkait hal perlu dan penting memperhatikan kearifan lokal atau pendekatan berbasis lokal sebagai bentuk respek atau penghormatan terhadap perbedaan karakteristik pada setiap wilayah. Meski demikian, implementasi SDGs di Maluku Utara, menghadapi berbagai tantangan yang mencerminkan kompleksitas pembangunan di wilayah kepulauan. “Maluku Utara menghadapi tantangan besar dalam mengakses layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ketimpangan pembangunan antar wilayah bisa disebut menjadi hambatan utama,” aku Sarmin.

Pelaksanaan TPB, kata Sarmin, juga memerlukan biaya dan investasi yang memadai. Strategi pendanaan TPB idealnya tidak dapat hanya bertumpu pada anggaran pemerintah, namun diperluas pada sumber-sumber lain yang inovatif. “Potensi pendanaan inovatif dapat berasal antara lain dari pelaku usaha, filantropi, dan potensi keuangan global (global finance). Penguatan sinergi antara pihak pemerintah dan non pemerintah termasuk dari sisi pembiayaan, diperlukan demi mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Disadari mekanisme pendanaan inovatif untuk mencapai SDGs masih menjadi kendala. Pemerintah berupaya mengembangkan skema blended finance dan memaksimalkan peran sektor swasta,” ungkap alumnus doktor politik UGM itu.

Selain itu, tantangan lainnya yang dihadapi adalah masih rendahnya pemahaman dan kapasitas di tingkat lokal, yang menghambat implementasi program SDGs. Kemudian Perubahan Iklim dan lingkungan yang menghadapi ancaman besar dari perubahan iklim. “Termasuk meningkatnya bencana alam dimana wilayah pesisir seperti Maluku Utara sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Sarmin.

Terkait dengan perkembangan implementasinya, tingkat kemiskinan di Malut yang menurun dari tahun ke tahun, namun masih berada di atas rata-rata nasional. Akses ke program perlindungan sosial masih perlu ditingkatkan. Ketimpangan pendapatan tetap menjadi tantangan, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. “Maluku Utara juga alami kemajuan dalam meningkatkan fasilitas kesehatan, tetapi masih kekurangan tenaga medis dan infrastruktur memadai di daerah terpencil. Angka kematian ibu dan anak relatif tinggi dibandingkan wilayah lain. Selain itu, berkaitan pendidikan berkualitas terjadi akses pendidikan yang meningkat, namun kualitas pendidikan masih perlu ditingkatkan, terutama di daerah terpencil. Keterbatasan guru dan fasilitas pendidikan menjadi kendala utama. Karena kedepannya pemerataan akses layanan pendidikan menjadi salah kunci keberhasilan pencapaian target TPB,” ucapnya gamblang.

Di sisi pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, sektor perikanan dan pertanian menjadi tumpuan, namun nilai tambahnya masih rendah dan pengembangan industri pengolahan berbasis lokal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Lalu berkaitan dengan iklim dan konservasi laut, sebagai wilayah kepulauan, Malut menghadapi tantangan besar dalam menjaga ekosistem laut dan mengurangi dampak perubahan iklim. Upaya konservasi laut mulai dilakukan, tetapi masih memerlukan pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas penangkapan ikan dan kerusakan terumbu karang” katanya.

Di bagian akhir paparannya, kepala Bappeda juga menyampaikan terkait langkah-langkah yang harus dilakukan kedepannya yakni peningkatan kapasitas lokal berupa pemberdayaan pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk memahami dan menerapkan program SDGs melalui pelatihan dan pendampingan, penguatan data dan monitoring berupa peningkatan kualitas data lokal untuk memantau kemajuan dan mengevaluasi capaian SDGs secara transparan.

“Dari sisi pendanaan berkelanjutan, salah satu upaya berupa mendorong kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta dalam pembiayaan program SDGs serta pengarusutamaan kesetaraan gender dengan meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Untuk adaptasi perubahan iklim dilakukan dengan memperkuat program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” pungkasnya.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kirim Komentar